Cadangan air di Indonesia diperkirakan mencapai 3.221 miliar meter kubik/tahun, menjadikan negeri ini salah satu negara "terbasah" di dunia, namun ketersediaan air di daratan tidaklah merata dan sangat dipengaruhi faktor curah hujan, letak geografis, serta kondisi geologis.

Dengan cadangan air yang demikian besar, serta jumlah penduduk sekitar 222 juta jiwa, ketersediaan air per kapita di Indonesia adalah sekitar 16.800 meter kubik. Artinya, setiap orang di Indonesia harusnya bisa mengakses air sebanyak 16.800 meter kubik per tahunnya.

Namun berbagai tantangan pengelolaan sumber daya air membuat masalah-masalah seputar ketersediaan air pun muncul.

Menurut Direktorat Jenderal Sumber Daya Air Kementerian Pekerjaan Umum (Dirjen SDA PU), tantangan-tantangan krusial dalam hal pengelolaan sumber daya air di Tanah Air terdiri atas pertumbuhan penduduk, alih fungsi lahan, dan perubahan iklim.

Persoalan ketersediaan air bersih di Indonesia, seperti dikutip dari publikasi Bank Pembangunan Asia (ADB) tahun 2006, bukanlah persoalan yang sepele.

Lebih dari 100 juta orang di Indonesia kesulitan mengakses air bersih, bahkan 70 persen populasi Indonesia bergantung kepada sumber-sumber air yang tercemar.

Dengan ketersediaan sistem limbah air yang hanya dinikmati oleh 2 persen penduduk perkotaan, hal ini membuat kota-kota besar di Jawa dan Bali menjadi kota dengan polusi air tertinggi di antara jajaran negara-negara berkembang di dunia.

Untuk memasak air minum, setiap warga Jakarta diperkirakan harus membayar lebih dari Rp100.000 per bulan, hal ini jelas merupakan beban yang tidak ringan buat mereka yang tergolong miskin dan sangat miskin.

Pertumbuhan Penduduk

Indonesia ditaksir memiliki laju pertumbuhan penduduk rata-rata 1,2 persen per tahun, sehingga pada tahun 2020 nanti diperkirakan bakal ada 250 juta orang tinggal di Indonesia.

Pesatnya pertumbuhan penduduk akan membawa berbagai konsekuensi bertambahnya kebutuhan akan air bersih, bahan pangan, dan ketersediaan lahan untuk tempat tinggal serta beraktivitas.

Saat ini, penduduk tersebar secara sangat tidak merata, di mana 65 persen penduduk hidup di Pulau Jawa, padahal pulau ini hanya memiliki 4,5 persen dari potensi cadangan air nasional.

Populasi yang semakin besar juga akan berdampak langsung kepada kebutuhan air bersih - pada sisi hulu - dan limbah air - pada sisi hilir. Pengelolaan di sisi hulu, yakni pengambilan air, dan di sisi hilir, yang berkaitan dengan pengolahan limbah adalah kunci tata kelola penyediaan air untuk penduduk di Indonesia.

Alih Fungsi Lahan

Pesatnya pertumbuhan penduduk berbanding lurus dengan meningkatnya kebutuhan akan lahan. Hal ini menyebabkan semakin berkembangnya areal permukiman, bercocok tanam, dan industri yang mendukung kehidupan.

Namun alih fungsi lahan jika tidak diiringi dengan upaya konservasi dapat membuat fungsi daerah aliran sungai (DAS) dan daerah tangkapan air sebagai penyimpanan air berkurang secara drastis.

Sebagai contoh saja pengalihan fungsi hutan yang terjadi di berbagai daerah di Indonesia telah membuat daya resap air menurun dan banjir pun tak lagi bisa dihindarkan.

Alih fungsi lahan memantik eksploitasi air tanah secara besar-besaran dan mengakibatkan penurunan kualitas air tanah, intrusi air laut, dan penurunan permukaan tanah.

Perubahan Iklim

Di Indonesia, pengaruh pemanasan global berpotensi menyebabkan perubahan iklim, yang antara lain terlihat dari penyebaran curah hujan yang tidak merata dan cenderung berkumpul di satu area, serta pola perubahan musim yang kerap berubah.

Bila perubahan iklim tidak diantisipasi, dampaknya bisa sangat merugikan.

Banjir bisa semakin kerap dan parah terjadi di lebih banyak tempat. Sementara pada musim kemarau, kekeringan akan kian buruk dan lama. Bahkan silih bergantinya musim kemarau dan penghujan terjadi pada periode yang sulit diprediksi.
(E012)

Supported by. Direktorat Jenderal Sumber Daya Air Kementerian Pekerjaan Umum (Ditjen SDA PU)